Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Blue Crime Code, Apakah Etis atau Lumrah Dalam Kepolisian ?

Catatan : Brigjen Pol. Drs. Hudit Wahyudi, S.H.,M.Hum

Memandang kepolisian di beberapa negara tentunya berbeda-beda tergantung kultur polisi dan kultur masyarakat negara tersebut. Pandangan tentang polisi memang terlihat seksi karena polisi di pandang sebagau institusi dan sebagai individu yg memiliki talenta yang multi peran dalam masyarakat.


Sehingga apabila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan adab setempat saja maka polisi akan di sorot sebagai pihak yang di sudut kan. Berbeda pandangan masyarakat tersebut bila itu terjadi pada institusi atau profesi di luar polisi.

Kali ini kita fokuskan pada beberapa kasus yang menjadi sorotan masy tentang perilaku oknum yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi perspektif masyarakat terhadap polisi. Salah satu contoh adalah terlibatnya mantan Kapolres Ngada , Akbp Fajar yang saat ini sedang berproses hukum. 

Ini salah satu fenomena yang terjadi dan terungkap karena adanya informasi pihak asing ( kepolisian Australia yang melaporkan ke Indonesia ). 

Patroli cyber crime yang ada saat ini infonya tidak mendeteksi adanya kejahatan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Kita berpikir positif saja memang tidak di temukan dan belum ditemukan. 

Untung saja kepolisian negara tetangga lebih peka dan berhasil deteksi kasus tersebut dan menghubungi interpol dan Polri untuk segera tindak lanjuti kasus tersebut.
 
Tulisan ini tidak berbicara tentang proses hukumnya tetapi memandang dari perspektif lain yaitu tentang dugaan masyarakat tentang budaya internal yang kuat untuk berupaya melindungi kejahatan yang dilakukan oleh. 

Beberapa penelitian di kepolisian negara Barat dan Amerika , menemukan bahwa ada kecenderungan oknum polisi di negara tersebut, akan melindungi kolega nya sendiri sesama berbaju seragam (biru). 

Sehingga mereka menyebut nya sebagai Blue Code of silence atau Blue Crime Code.

Istilah "Blue Code" berasal dari warna seragam kepolisian yang biru, dan "Code of Silence" merujuk pada kesepakatan tidak tertulis diantara anggota kepolisian untuk tidak mengungkapkan kesalahan atau kejahatan rekan-rekan mereka.

Blue Code of Silence atau Blue Crime Code adalah sebuah fenomena di mana anggota kepolisian tidak mau mengungkapkan atau melaporkan kesalahan atau kejahatan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka.

Blue Code of Silence dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti:

1. *Pengabaian kesalahan*: Anggota kepolisian tidak melaporkan atau mengambil tindakan terhadap kesalahan atau kejahatan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka.

2. *Penghambatan investigasi*: Anggota kepolisian menghambat atau mengganggu investigasi terhadap kesalahan atau kejahatan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka.

3. *Pengintimidasi saksi*: Anggota kepolisian mengintimidasi atau menakut-nakuti saksi yang ingin melaporkan kesalahan atau kejahatan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka.

Blue Code of Silence atau blue crime code dapat memiliki konsekuensi yang serius, seperti:

1. *Kehilangan kepercayaan masyarakat*: Masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap kepolisian jika mereka merasa bahwa kepolisian tidak dapat diandalkan untuk menegakkan hukum.

2. *Korupsi dan kejahatan*: Blue Code of Silence dapat memungkinkan korupsi dan kejahatan untuk terus berlanjut, karena anggota kepolisian tidak mau mengungkapkan atau melaporkan kesalahan atau kejahatan rekan-rekan mereka.

Apabila budaya masyarakatnya tidak mendukung terjadinya fenomena tersebut berarti masyarakat sudah sadar hukum dan tidak termasuk lingkaran budaya korupsi di negaranya. 

Kita bisa melihat bagaimana masyarakat yang anti korupsi tidak akan memilih perwakilan nya di legislatif dan eksekutif dengan menggunakan cara2 “kotor”. 

Tetapi bila masyarakat yang menciptakan budaya korupsi akan menghasilkan polisi-polisi nya, perwakilan legislatif dan eksekutifnya yang sama dengan budaya masyarakat tersebut.

Kita tidak boleh pesimistis terhadap adanya fenomena tersebut. Baiknya memang perlu political will atau kemauan politik yang kuat dari semua pihak untuk berkolaborasi menghilangkan budaya tersebut dan membantu polisi2 nya sendiri utk bisa menjadi teladan.

Untuk mengatasi Blue Code of Silence/ Blue Crime Code tersebut perlu dilakukan beberapa langkah, seperti:

1. *Meningkatkan transparansi*: Kepolisian harus meningkatkan transparansi dalam proses investigasi dan penegakan hukum.
2. *Mengembangkan sistem pelaporan*: Kepolisian harus mengembangkan sistem pelaporan yang efektif dan aman untuk melaporkan kesalahan atau kejahatan.
3. *Meningkatkan pendidikan dan pelatihan*: Kepolisian harus meningkatkan pendidikan dan pelatihan untuk anggota kepolisian tentang pentingnya integritas dan profesionalisme.

Contoh teladan yang terbaik dari pola kepemimpinan dari instansi kepolisian, penegak hukum lainnya serta kalangan legislatif dan eksekutif yang ada di negara2 yang memiliki masalah tersebut.

Semoga bermanfaat tidak ada gading yang tidak retak, tidak ada kebenaran absolut yang ada adalah kebenaran untuk mau koreksi terhadap kesalahan untuk berubah. Semoga ibadah Ramadhan kita dapat menjadi teladan bagi diri kita sendiri.

Terima kasih untuk masyarakat  yang telah peduli terhadap polisinya. Jangan pernah berhenti untuk berbuat kebaikan.